Hidup dan mati adalah dua peristiwa yang berlawanan dan datang silih berganti. Dalam Al-Qur'an pun telah dijelaskan, Kita sebagai manusia tak akan luput dari siklus hidup mati, dari yang mati, hidup, dimatikan dan dihidupkan kembali. Ini adalah siklus umum sebagai manusia, sementara ada yang tidak melalui kehidupan normal seperti prematur atau bayi yang mati dalam kandungan.
Kematian pertama adalah ketidakadaan atau sebelum manusia terlahir di dunia ini. Semua mahluk bermula dari tidak ada dan memang tidak ada sebelumnya. Kemudian melalui proses pernikahan ibu dan bapak maka terlahirlah kita sebagai manusia.
Maka ada kisah seorang anak yang menentang orang tuanya, saat melihat orangtuanya berfoto di tempat rekreasi tanpa ada dia di tengah-tengahnya.
"Kenapa aku tidak diajak rekreasi di tempat itu?" tanya anak.
"Itu foto saat ayah dan ibu masih pengantin baru dan adik belum ada" Jawab sang ayah.
"Lho, koq belum ada, memangnya aku di mana?"
“Iya belum ada dan masih di perut ibu”.
Ibunya mengelaknya, “waktu itu ibu belum hamil, kan baru menikah dan belum bulan madu. Mungkin di perut ayah? "
"Ah, tidak mungkinlah di perut ayah!"
"Atau di perut nenek?" Tanya anak.
Ayahnya menjawab, “Iya enggaklah, kan dia terlahir dari perut ibu. Mungkin masih di langit ?? ”
Anaknya tambah bingung ayah mengerti tentang keberadaan dia dulu. Inia dalah yang menggambarkan manusia itu sebagai tidak ada yang kemudian diuraikan di dunia ini menjadi hidup dan ada.
Kemudian hidup di dunia ini juga bukan akhir dari segalanya. Berharap ada batas waktu yang ditentukan menurut taqdir yang sudah ditulis Allah. Logikanya jika manusia ini dihidupkan terus maka sudah lama dunia ini penuh dan tidak memuat manusia.
Jadi kematian adalah kepastian. Hidup di dunia ini untuk bersiapan-siap mati. Bagaimana pun juga, kapan dan bagaimana kita akan mati. Hidup untuk mati adalah kata singkatnya.
Sungguh dua kelompok manusia yang akan merasakan kerugian besar adalah yang merasa kekal di dunia ini atau merasa kematian adalah kematian. Dua kelompok ini paling dominan ada manusia besar yang beriman setengah dan kafir dengan keberadaan Allah Swt.
Kelompok pertama, yang membutuhkan kekal di dunia. Mereka menggunakan berbagai cara untuk mengekalkan dirinya yaitu dengan mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya, merebut kekuasaan, mempercayai keamanan dengan pengawal, dokter dan pengawal pribadi yang terkait dengan masalah makan, tidur dan keselamatan-keselamatan yang lain. Seolah malaikat sudah tidak bisa lagi bmenembus benteng keamanannya. Konsekwensi mereka benci dengan cerita-cerita kematian dan tidak peduli dengan kematian demi menjadi diktator atau arogan.
Kelompok kedua, mereka yang percaya kematian tetapi kematian adalah akhir dari segalanya. Setiap matinya ayam, sapi, kambing dan hewan-hewan lain. Berharap tidak ada lagi kehidupan yang dipertanyakan pertanggungjawaban atas amal dan perbuatan yang dilakukan selama di dunia ini. Bagaimana mereka merundingkan segala cara untuk menguasai dunia tanpa ada keraguan tentang dosa dan kejahatan. Inilah lahirnya pemahaman materialistik yang melahirkan banyak isme-isme yang merusak tatanan kehidupan dunia.
Jika tidak ada kehidupan abadi dengan pertanggungjawaban. Maka sungguh beruntung orang-orang yang selama ini bebas penjara, tanpa tersentuh hukuman, tidak pernah dihukum selama di dunia karena pengadilan dan hakim bisa menerima, penjara juga di bawah kendalinya, jual beli perkara menjadi hobbi. Kok setelah mati selesai urusan. Tentu Allah dan Kehidupan ini adil.
Ada Kehidupan abadi yang indah harus dijalani manusia. Ada malaikat sebagai saksi yang tidak bisa di suap dan beli. Hal itu pasti dan tidak bisa ditawar lagi. Pengadilan oleh dzat yang maha Adil untuk menimbang dan menghitung amal perbuatan selama di dunia. Indahnya Kematian karena mengantar ke surga yang penuh dengan nikmat - nikmat luar biasa
Wallahu a'lam bish shawwab...
29 Ramadhan 1441 H
Bertafakkur tentang kematian
Kematian pertama adalah ketidakadaan atau sebelum manusia terlahir di dunia ini. Semua mahluk bermula dari tidak ada dan memang tidak ada sebelumnya. Kemudian melalui proses pernikahan ibu dan bapak maka terlahirlah kita sebagai manusia.
Maka ada kisah seorang anak yang menentang orang tuanya, saat melihat orangtuanya berfoto di tempat rekreasi tanpa ada dia di tengah-tengahnya.
"Kenapa aku tidak diajak rekreasi di tempat itu?" tanya anak.
"Itu foto saat ayah dan ibu masih pengantin baru dan adik belum ada" Jawab sang ayah.
"Lho, koq belum ada, memangnya aku di mana?"
“Iya belum ada dan masih di perut ibu”.
Ibunya mengelaknya, “waktu itu ibu belum hamil, kan baru menikah dan belum bulan madu. Mungkin di perut ayah? "
"Ah, tidak mungkinlah di perut ayah!"
"Atau di perut nenek?" Tanya anak.
Ayahnya menjawab, “Iya enggaklah, kan dia terlahir dari perut ibu. Mungkin masih di langit ?? ”
Anaknya tambah bingung ayah mengerti tentang keberadaan dia dulu. Inia dalah yang menggambarkan manusia itu sebagai tidak ada yang kemudian diuraikan di dunia ini menjadi hidup dan ada.
Kemudian hidup di dunia ini juga bukan akhir dari segalanya. Berharap ada batas waktu yang ditentukan menurut taqdir yang sudah ditulis Allah. Logikanya jika manusia ini dihidupkan terus maka sudah lama dunia ini penuh dan tidak memuat manusia.
Jadi kematian adalah kepastian. Hidup di dunia ini untuk bersiapan-siap mati. Bagaimana pun juga, kapan dan bagaimana kita akan mati. Hidup untuk mati adalah kata singkatnya.
Sungguh dua kelompok manusia yang akan merasakan kerugian besar adalah yang merasa kekal di dunia ini atau merasa kematian adalah kematian. Dua kelompok ini paling dominan ada manusia besar yang beriman setengah dan kafir dengan keberadaan Allah Swt.
Kelompok pertama, yang membutuhkan kekal di dunia. Mereka menggunakan berbagai cara untuk mengekalkan dirinya yaitu dengan mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya, merebut kekuasaan, mempercayai keamanan dengan pengawal, dokter dan pengawal pribadi yang terkait dengan masalah makan, tidur dan keselamatan-keselamatan yang lain. Seolah malaikat sudah tidak bisa lagi bmenembus benteng keamanannya. Konsekwensi mereka benci dengan cerita-cerita kematian dan tidak peduli dengan kematian demi menjadi diktator atau arogan.
Kelompok kedua, mereka yang percaya kematian tetapi kematian adalah akhir dari segalanya. Setiap matinya ayam, sapi, kambing dan hewan-hewan lain. Berharap tidak ada lagi kehidupan yang dipertanyakan pertanggungjawaban atas amal dan perbuatan yang dilakukan selama di dunia ini. Bagaimana mereka merundingkan segala cara untuk menguasai dunia tanpa ada keraguan tentang dosa dan kejahatan. Inilah lahirnya pemahaman materialistik yang melahirkan banyak isme-isme yang merusak tatanan kehidupan dunia.
Jika tidak ada kehidupan abadi dengan pertanggungjawaban. Maka sungguh beruntung orang-orang yang selama ini bebas penjara, tanpa tersentuh hukuman, tidak pernah dihukum selama di dunia karena pengadilan dan hakim bisa menerima, penjara juga di bawah kendalinya, jual beli perkara menjadi hobbi. Kok setelah mati selesai urusan. Tentu Allah dan Kehidupan ini adil.
Ada Kehidupan abadi yang indah harus dijalani manusia. Ada malaikat sebagai saksi yang tidak bisa di suap dan beli. Hal itu pasti dan tidak bisa ditawar lagi. Pengadilan oleh dzat yang maha Adil untuk menimbang dan menghitung amal perbuatan selama di dunia. Indahnya Kematian karena mengantar ke surga yang penuh dengan nikmat - nikmat luar biasa
Wallahu a'lam bish shawwab...
29 Ramadhan 1441 H
Bertafakkur tentang kematian